Scroll untuk membaca artikel
Peristiwa

Jelang Musim Hujan, BNPB Imbau Masyarakat Lakukan Hal-Hal Berikut

2
×

Jelang Musim Hujan, BNPB Imbau Masyarakat Lakukan Hal-Hal Berikut

Share this article

Radartvnews.com – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memperkirakan musim penghujan akan segera tiba di antara akhir Oktober hingga awal November. Peralihan musim tersebut kerap ditandai dengan perubaha suhu yang drastis, mendung tebal disertai petir, gelombang pasang air laut, angin kencang hingga angin puting beliung.

Sementara musim hujan juga bisa memicu bencana hidrometeorologi seperti tanah longsor dan banjir yang diperburuk dengan sejumlah faktor seperti lingkungan yang tidak terawat dengan baik, alih fungsi hutan pegunungan, dan kebiasaan membuang sampah sembarangan.

Mengantisipasi potensi bencana tersebut, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengimbau agar masyarakat mulai melakukan persiapan dini dalam menghadapi peralihan musim tersebut melalui upaya-upaya pencegahan seperti memangkas daun dan ranting terutama untuk pohon-pohon yang besar.

Selain itu, BNPB juga mengimbau warga tidak membuang sampah sembarangan, menjaga kebersihan lingkungan, membersihkan saluran air hingga sungai, selalu membawa payung atau jas hujan selama beraktivitas di luar ruangan, dan selalu memperbarui informasi perkiraan cuaca yang bersumber dari pihak berwenang.

Sedangkan untuk upaya jangka panjang, masyarakat bisa melakukan penanaman pohon yang dapat mencegah terjadinya longsor sekaligus mengikat air tanah sebagai cadangan saat kemarau panjang tiba. Adapun beberapa jenis pohon tersebut di antaranya; beringin karet, matoa, jabon putih, sukun, mahoni, dan sebagainya.

Menurut BMKG, terlambatnya musim penghujan di Indonesia juga dipengaruhi oleh fenomena El Nino yang panjang pada tahun ini. Hal tersebut sekaligus berdampak pada bencana kekeringan panjang di berbagai wilayah di Indonesia. Selain itu, kemarau panjang juga telah menjadi penyebab terjadinya kebakaran hutan dan lahan, yang banyak dipengaruhi oleh faktor manusia.

“Menurut berbagai inteview dan data lapangan menunjukkan lahan yang terbakar ini 80 persen berubah jadi lahan perkebunan. Oleh karena itu bisa disimpulkan bahwa 99 persen karhutla disebabkan oleh ulah manusia,” kata Kepala BNPB Doni Monardo.

Menurut data yang dikeluarkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), luas kebakaran hutan hingga Agustus 2019 mencapai 328 ribu hektar dan tersebar di beberapa provinsi yakni Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, Jambi, Riau, Sumatera Selatan, Aceh hingga Nusa Tenggara Timur.

Upaya-upaya pemadaman karhutla sudah dilakukan BNPB seperti melalui pemadaman darat oleh tim gabungan, pemadaman udara dengan water bombing dan melalui Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) dengan menaburkan benih garam (NaCl) ke bibit-bibit awan.

Kendati demikian, upaya tersebut belum cukup maksimal. Doni menyatakan bahwa hal tersebut dikarenakan kedalaman gambut sendiri mencapai hingga 36 meter di dalam tanah. Sehingga satu-satunya solusi untuk karhutla adalah hujan.

Namun, Kepala BNPB memiliki solusi yang bisa dilakukan untuk mengatasi permasalahan yang selalu ada dari tahun ke tahun tersebut melalui upaya pencegahan, sebagaimana yang telah dimandatkan oleh Presiden Joko Widodo dalam Rapat Koordinasi Karhutla di Riau pada September 2019 lalu.

Bentuk upaya pencegahan itu meliputi pemberdayaan masyarakat daerah karhutla sebagai pelaku utama agar ke depannya tidak lagi melakukan pembakaran hutan dan lahan dengan tujuan pembukaan lahan.

“Jika selama ini warga dibayar untuk membakar, maka kita akan bayar mereka untuk tidak membakar,” kata Doni Monardo

Selain itu, alternatif yang lain adalah dengan melakukan gerakan budidaya jenis tanaman produktif yang dapat ditanam di lahan gambut dan menghasilkan pundi-pundi ekonomi seperti nanas, buah naga, cabai, kopi liberica, sagu, sukun dan sebagainya.

Doni mengatakan, gambut sendiri merupakan vegetasi yang seharusnya basah dan berair. Membiarkan gambut yang kering berarti membiarkan gambut menjadi ‘batubara muda’.

“Oleh sebab itu, dengan mengembalikan kodrat gambut yang basah dengan membuat kanal air juga menjadi salah satu alternatif untuk mencegah terjadinya karhutla agar tidak merugikan manusia dan juga alam seisinya. Sehingga dengan kita jaga alam maka alam jaga kita,” pungkasnya. (fin/put)