TERBUKTI melanggar konstitusi tapi ya hanya begitu saja.
Putusan wakil ketua DPR Pakistan itu akhirnya dinyatakan tidak berlaku –melanggar konstitusi. Tapi tidak ada hukuman pidana untuknya. Atau belum.
Yang membatalkan putusan wakil ketua DPR itu Mahkamah Agung Pakistan. Dengan suara bulat. Lima hakim agung –seluruh hakim agung menjadi majelis persidangan– berpendapat sama: berarti Perdana Menteri Imran Khan kalah –untuk sementara. Tapi tetap menjadi perdana menteri.
Hari itu, Kamis pekan lalu, Wakil Ketua DPR Qasim Suri memimpin sidang pleno. Acaranya: pemungutan suara atas mosi tidak percaya yang diusulkan oposisi.
Oposisi sudah mengantongi tanda tangan lebih 280 anggota DPR: setuju agar perdana menteri dilengserkan. Berarti sudah melebihi 271 –separo kursi DPR. Hari itu, mestinya, Imran Khan langsung kehilangan kedudukan.
Tapi Qasim Suri membuka sidang dengan membaca keputusan pimpinan DPR: pemungutan suara tidak bisa dilaksanakan. Alasannya: perdana menteri sudah menulis surat ke presiden untuk membubarkan DPR.
Begitu selesai membacakan putusan itu Qasim langsung menutup sidang. Lalu meninggalkan tempat.
Oposisi mempersoalkan itu: tugas pimpinan sidang adalah memimpin sidang sesuai dengan acara. Bukan membuat keputusan. “Pimpinan sidang tidak boleh membuat keputusan. Itu melanggar konstitusi,” ujar oposisi.
Mereka pun ke Mahkamah Agung. Dua hari kemudian MA sudah mulai bersidang. Lima hari kemudian putusan sudah diucapkan: yang diputuskan oleh wakil ketua DPR itu harus diabaikan.
Putusan lainnya: Imran Khan masih tetap perdana menteri. DPR tetap eksis. Pimpinan DPR tetap berfungsi.
Dalam proses sidang itu diketahui bahwa yang dibaca Qasim itu adalah tulisan ketua DPR –satu partai dengan Qasim. Yakni partai PTI –Pakistan Tehreek-e-Insaf.
Qasim kini jadi tokoh politik top di Pakistan. Dibicarakan secara luas: karena keberaniannya memimpin sidang dengan cara seperti itu.
Ia berumur 53 tahun. Asal Balochistan yang –Anda sudah tahu– sangat gersang. Provinsi ini luas sekali. Mulai dari berbatasan Afghanistan di utara sampai pelabuhan Tiongkok di Gwardar, di Samudera Hindia.
Qasim lulusan ilmu politik dan hubungan internasional dari University of Balochistan. Dapil-nya Quitta –ibu kota provinsi. Qasim dua kali jadi caleg. Yang pertama gagal. Hanya dapat 16.000 suara. Pemilu berikutnya ia berhasil. Ia mendapat 25.000 suara –cukup untuk satu kursi DPR.
Di pemilihan wakil ketua DPR, Qasim mengalahkan calon satu partai dengannya.
Qasim dari suku Pashtun –nama lengkapnya Qasim Khan Suri. Ia berani melawan siapa pun yang mengecamnya sebagai ”pengkhianat konstitusi”.
Kebetulan salah satu partai oposisi juga baru saja punya ”penyakit”. Bulan lalu: satu wartawan mati di dalam sekapan politisi partai oposisi itu.
Sang wartawan disekap di sebuah rumah. Itu karena si wartawan mempersoalkan izin orang-orang dari Arab yang lagi berburu burung houbara di taman nasional.
Wartawan itu lantas dibawa ke salah satu rumah kader partai. Disekap. Dihajar. Meninggal. Diketahui politisi dari partai oposisi yang mendalangi semua itu.
Istri sang wartawan mengadukan kejadian itu. Tiga hari kemudian sang istri ketakutan. Ibu dua anak itu sampai mencabut laporannyi. “Kami sudah ikhlas,” katanyi. “Kami harus melindungi anak-anak kami,” tambahnyi.
Pakistan memang mengizinkan orang-orang dari Arab Saudi, UEA, dan Qatar untuk berburu houbara. Termasuk keluarga kerajaan Arab.
Perburuan itu hanya bisa dilakukan bulan Januari, Februari, dan Maret.
Di bulan-bulan seperti itu kabilah besar burung houbara memang terbang ke Pakistan. Cari tempat hangat. Mereka terbang dari benua Utara yang lagi musim salju. Itu sudah terjadi sejak zaman dulu.
Maka saling hujat, kini terjadi di antara politisi di Pakistan. Pasti akan lebih ramai di hari-hari berikutnya.
Mereka juga saling demo. Saya sering membaca seruan demo dari partai politik. Waktu demo yang ditetapkan: habis salat isya. Rupanya menyesuaikan dengan bulan puasa. Demo harus malam hari. Waktunya hanya disebut ”habis salat isya”. Bukan ”habis tarawih”.
Dalam demo-demo itu Imran Khan menegaskan: para pengkhianat partai tidak akan bisa jadi caleg lagi.
Imran juga selalu mengungkapkan kemelut sekarang ini didalangi oleh Amerika. Ia menyebut nama Donald Lu. Ia wakil Menlu Amerika urusan Asia Selatan. Donald Lu dianggap melakukan kontak-kontak politik dengan mereka yang memprakarsai mosi tidak percaya.
Tapi putusan Mahkamah Agung itu sendiri belum akan membuat semuanya jelas. Apakah harus segera Pemilu. Kan DPR masih eksis. Atau masih menunggu mosi tidak percaya berikutnya. Yang oposisi belum tentu masih akan berhasil. Bisa saja di antara yang dulu membelot dari Imran Khan sudah masuk angin.
Setidaknya heboh-heboh politik ini telah membuat sebagian orang melupakan kenaikan harga-harga di sana.
Karena harga-harga naik politik kisruh. Karena kisruh mereka lupa kalau harga-harga naik. (*)