BANDARLAMPUNG : Jaksa penuntut umum (JPU) dalam sidang kasus dugaan korupsi retribusi sampah Kota Bandarlampung memastikan mengajukan banding atas vonis hakim yang lebih tinggi dari tuntutan jaksa. Mengapa?
Dalam sidang pekan lalu, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Tanjungkarang menjatuhkan vonis lebih tinggi atau ultra petitum. Vonis ini sesuai dengan dakwaan primer jaksa.
Terdakwa Sahriwansah, eks Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Bandar Lampung dihukum pidana selama 6 tahun dan denda Rp 300 juta subsider 6 bulan kurungan.
Majelis hakim berpendapat perbuatan korupsi terdakwa Sahriwansah melanggar Pasal 2 Undang-Undang Pemberantasan Korupsi. Sementara, jaksa menuntut terdakwa Sahriwansah selama 2,6 tahun penjara sesuai Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Korupsi sebagaimana dakwaan primer kedua.
Kepastian pengajuan banding ini lantaran jaksa tak sependapat dengan penerapan pasal yang digunakan hakim dalam memvonis tiga terdakwa dalam perkara tersebut.
Kepala Seksi Pidana Khusus (Kasipidsus) Kejari Bandarlampung Hasan Basri memastikan JPU akan mengajukan banding perkara korupsi retribusi sampah DLH Bandarlampung tahun 2019 – 2021.
“Ya kita ajukan banding karena pasal yang digunakan dalam putusan berbeda dengan pasal tuntutan jaksa,” ujar Hasan.
Dalam pasal 2 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor, ancaman pidana penjara minimal 4 tahun penjara dan maksimal 20 tahun. Untuk pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 adalah minimal 1 tahun dan maksimal 20 tahun penjara.
Selain memvonis Sahriwansah lebih tinggi. Majelis hakim juga membebankan pidana berupa uang pengganti kepada terdakwa senilai Rp 4.395.800.000 dikurangi Rp 2.695.200.000 yang telah dikembalikan ke kas negara.
Vonis terdakwa Haris Fadillah dengan hukuman 4 tahun penjara dan denda senilai Rp 200 juta subsider 4 bulan penjara atau lebih berat 6 bulan penjara disbanding tuntutan. Hakim membebankan pidana berupa uang pengganti kepada Haris Fadillah senilai Rp 416 juta dikurangi Rp 76 juta yang telah dikembalikan ke kas negara.
Kemudian vonis untuk Hayati lima tahun penjara dan denda senilai Rp 200 juta subsider 4 bulan penjara. Juga lebih berat 6 bulan penjara, termasuk hukuman uang pengganti senilai Rp 984 juta dikurangi Rp 108 juta yang telah dikembalikan ke kas negara.
Sejauh ini, kuasa hukum tiga terdakwa belum memberikan respon atas vonis tersebut. Apakah akan mengajukan banding atau menerimanya. (*)