Biasanya petralite yang dikumpulkan dari pembelian jalur illegal ini ditampung. Lalu diberi bahan kimia pewarna pekat, hingga kemudian berubah warna menyerupai pertamax. Dengan begitu, praktik curang ini mendapatkan keuntungan berlipat dari hasil penjualan kembali.
Pengoplosan BBM juga terjadi untuk BBM jenis solar. Biasanya mereka membeli minyak mentah dari wilayah Sumatra Selatan. Lantas, seperti proses oplosan biasanya mereka mencampur larutkan bahan kimia tersebut.
Usai penggrebekan dan penggeledahan, polisi mengangkut barang bukti BBM oplosan menggunakan 1 unit truk lalu dibawa ke Rumah Penitipan Barang Sitaan (Rupbasan) Bandarlampung.
”Sementara baru sekitar 8-9 ton BBM diamankan, tapi nanti masih dalam pengembangan,” kata Setio.
Ungkap kasus penimbunan, pengoplosan, pendistribusian dan penjualan BBM illegal ini diduga kuat ada hubunganya dengan sas-sus penjualan BBM illegal di SPBU SPBU 24.354.124 di jalan linta Sumatra (jalinsum) Desa Sidomulyo.
Praktik pengoplosan BBM menggunakan bahan minyak mentah dilakukan SPBU tersebut sejak empat tahun lalu atau sekitar tahun 2019. Praktik curang ini bisa bertahan cukup lama karena ada backing dari APH tertentu.
Aksi pengoplosan BBM untuk semua jenis kecuali Bio Solar. Di sini, BBM petralite, pertamax dan solar merupakan produk racikan tangan-tangan terampil anak bangsa secara illegal.
Praktik curang ini dilakukan dengan cara mencampur bahan-bahan di tangki penampungan bawah tanah. BBM dan minyak mentah dioplos menggunakan mobil tangki yang langsung dimasukkan ke dalam tangki penampungan.
“Parahnya, pengoplosan dilakukan menggunakan puluhan jeriken berukuran 40 liter dituanhg dalam tangki penampungan,” ujarnya.
Sayang hingga berita ini diturunkan pengawas, penanggung jawab dan pemilik SPBU 24.354.124 selalu menghindar ketika dimintai keterangan wartawan.
Sanksi hukum untuk pengoplosan dan pemalsuan BBM diatur dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (UU Migas).
Dalam pasal 55 disebutkan bahwa setiap orang yang menyalahgunakan pengangkutan dan/atau niaga bahan bakar minyak yang disubsidi pemerintah dipidana dengan pidana penjara paling lama enam tahun dan denda paling tinggi Rp 60 miliar. (*)