Penugasan di pelosok negeri, dilakoni oleh pria yang hobi membaca ini dengan semangat. Sambil memboyong istri dan anak-anaknya. Kehadiranya bak hujan di tengah musim kemarau, dinantikan warga. Cerita dan kisah kebaikan dan kehebatan ilmu kedokteran masih kerap disuarakan oleh para sesepuh masyarakat.
Di era perjuangan ini, Moeloek sempat diangkat sebagai “Bupati Perang” di Liwa dengan pangkat mayor titular di bawah “Gubernur Perang” dr. Abdul Gani yang saat itu gubernur Sumatera Selatan.
Di awal tahun kemerdekaan 1945, Abdul Moeloek ditempatkan di RS Tanjungkarang. Dia adalah satu-satunya dokter, diberi amanat menjabat Kepala RS Tanjungkarang dan RS Tentara Tanjungkarang. Menyusul pengambil alihan dari tangan Jepang yang kalah melawan sekutu.
Mengusung semangat kemanusian, Moeloek memiliki tugas utama menyuplai obat-obatan kepada gerilyawan pejuang kemerdekaan. Untuk korban perang baik dari pejuang NKRI dan prajurit Belanda mendapat perlakuan sama.
Dari Buku 100 Tokoh Terkemuka Lampung, 100 Tahun Kebangkitan Nasional. Abdul Moeloek merupakan direktur kelima Rumah Sakit Tanjungkarang, dengan penugasan paling lama memegang jabatan sebagai direktur (selama 12 tahun, 1945 – 1957).
Sosok ini dikenal sangat reiligus, disiplin, pekerja keras, tegas, jujur, dan dekat pada masyarakat. Nilai-nilai inilah yang kemudian sangat melekat dalam darah anak-anaknya.
Dari pernikahanya, Abdul Moeloek dan Poeti Alam Naisjah dikarunia lima orang anak (tiga laki-laki dan dua perempuan. Dua anaknya mewarisi silsilah sebagai keluarga dokter yakni Faried Anfansa Moeloek dan Nukman Helwi Moeloek. Keduanya merupakan guru besar di FK Universitas Indonesia.
Semasa bertugas di RS Tanjungkarang, Moeloek menempati kediamannya dahulu (depan RSUD dr. Abdoel Moeloek Bandarlampung. Dia mendesain sebuah ruangan ukuran 3 x 4 meter untuk ruang perpustakaan. Jika tidak sedang bekerja, ia menghabiskan waktunya di situ: Berkutat dengan buku-buku.
Dalam mendidik kelima putra-putrinya, metode yang dilakukan Abdoel Moeloek patut diteladani. Dia mendidik mereka dengan perbuatan (disiplin, sikap jujur, dan tanggung jawab), bukan dengan perkataan.
Sebelum wafat tahun 1973, Abdul Moeloek berwasiat kepada istri dan anak-anaknya agar dimakamkan di TPU kampung. Dia beralasan agar pusaranya dekat masyarakat dan bisa dikunjungi kapan dan oleh siapa saja.
Jasadnya memakamkan di Taman Permakaman Umum (TPU) Lungsir, Telukbetung Utara. Selanjutnya pada 4 September 2015, atas persetujuan keluarga dan disaksikan langsung oleh Menteri Kesehatan saat itu, jasad Abdul Moeloek dan istri dipindahkan ke Taman Makam Pahlawan (TMP) Kedaton.
BIODATA
Nama: dr. H. Abdoel Moeloek
Tempat, tanggal lahir: Padang Panjang, 10 Maret 1905
Meninggal: Bandar Lampung, 1973
Pendidikan: Dokter lulusan STOVIA 1932
Nama istri: Hj. Poeti Alam Naisjah
Tempat, tanggal lahir: Solok, 29 Oktober 1914
Jumlah anak: 5 orang (3 laki-laki dan 2 perempuan)
Meninggal dunia di Tanjungkarang pada tahun 1973