Kemudian berasal dari pungutan ekspor yang dikenakan atas kelapa sawit, minyak kelapa sawit mentah, dan/atau produk turunannya berdasarkan Peraturan Menteri mengenai penetapan besaran tarif pungutan ekspor.
Menariknya, secara nyata ada dua daerah yakni Kota Bandarlampung dan Kota Metro yang sama sekali tidak memili lahan perkebunan sawit, justru ”kecipratan” DBH.
Bahkan DBH Sawit Kota Bandarlampung menduduki peringkat tujuh dengan meraih Rp5,1 miliar. Untuk Kota Metro juga mendapatkan DBH mencapai Rp1,8 miliar.
Diprotes Daerah Lain
Protes atau nota keberatan dilayangkan oleh Kepala DPMPTSP Kabupaten Tulangbawang Dedy Palwadi. Dia mempertanyakan keputusan daerah seperti Kota Bandarlampung yang tidak memiliki lahan perkebunan sawit tetapi meraih DBH Sawit cukup besar.
“Padahal Kabupaten Tulangbawang memiliki perkebunan sawit cukup banyak,” ujar Dedy seraya menyampaikan keluhan tersebut kepada pemerintah pusat.
Pihaknya mengharapkan Kementerian Keuangan bisa memberikan penjelasan rasional atas DBH ini.(*)
