Scroll untuk membaca artikel
Utama

Omnibus Law, Rezim Enggan Mendengar

6
×

Omnibus Law, Rezim Enggan Mendengar

Share this article
foto: Radar TV Lampung

Radartvnews.com– Mosi tidak percaya yang ditujukan kepada pemerintah dan DPR RI yang mengesahkan UU Omnibus Law merajai trending topic di sosial media.Ada tujuh poin yang kontroversial yang membuat elemen dan buruh menentang pengesahan UU ini.

Poin Kontroversial UU Omnibus Law

Pertama, Upah Minimum Kabupaten (UMK) bersyarat dan Upah Minimum Sektoral Kabupaten (UMSK) dihapus. Harusnya UMK tidak perlu bersyarat dan UMSK harus tetap ada. Sebab, UMK tiap kabupaten atau kota berbeda nilainya.

Kedua, pesangon berubah dari 32 bulan upah menjadi 25 bulan, 19 bulan dibayar pengusaha dan 6 bulan dibayar pemerintah lewat BP Jamsostek.

Ketiga, Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) atau kontrak seumur hidup tidak ada batas waktu kontrak. ini namanya dzalim.

Keempat, outsourcing pekerja seumur hidup tanpa batas jenis pekerjaan. sebelumnya, outsourcing dibatasi hanya 5 jenis pekerjaan.

Kelima, Waktu Kerja Tetap Eksploitatif.

Keenam. hak cuti hilang dan hak upah atas cuti hilang. cuti haid dan melahirkan bagi pekerja perempuan hilang, karena hak upahnya atas cuti hilang.

Ketujuh, hilangnya jaminan pensiun dan kesehatan karena karyawan bisa dikontrak dan outsourcing seumur hidup.

Lalu sebenarnya apa omnibus law yang jadi kontroversi dan ditolak mati-matian kalangan buruh dan apa isi RUU Cipta Kerja?

UU Omnibus Law, apa itu?

  1. Secara terminologi, omnibus berasal dari bahasa latin yang berarti untuk semuanya. Dalam konteks hukum, Omnibus Law adalah hukum yang bisa mencakup untuk semua atau satu Undang-Undang yang mengatur banyak hal. dengan kata lain, Omnibus Law artinya metode atau konsep pembuatan regulasi yang menggabungkan beberapa aturan yang substansi pengaturannya berbeda, menjadi satu peraturan dalam satu payung hukum.
  2. RUU Cipta Kerja hanya salah satu bagian dari Omnibus Law. Dalam Omnibus Law, terdapat tiga RUU yang siap diundangkan, antara lain RUU tentang Cipta Kerja, Ruu tentang ketentuan dan fasilitas perpajakan untuk penguatan perekonomian, dan RUU tentang pengembangan dan penguatan sektor keuangan.

Sementara usai menghadiri paripurna pengesahan menteri koordinator bidang perekonomian airlangga hartarto mengklaim Omnibus Law Cipta Kerja (Ciptaker) tidak akan menghilangkan hak cuti haid dan cuti hamil.

Diketahui dari 9 fraksi yang ada di DPR dua fraksi menolak RUU ini  yaotu Fraksi Partai Demokrat dan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera.

Tujuh fraksi lain, yaitu Fraksi PDIP, Golkar, Gerindra, Nasdem, PKB, PPP, dan PAN, menerima RUU Cipta Kerja. Setelah dilaporkan di paripurna, RUU Cipta Kerja akan disahkan.

Dalam Rancangan Undang-Undang ini juga menghapus sejumlah pasal dalam UU nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, pasal yang dihapus diantaranya, pasal 162  tentang penggantian uang pesangon bagi pekerja yang mengundurkan diri, pasal 163 di UU Ketenagakerjaan TERKAIT dengan pemberian uang pesangon,  uang penghargaan dan uang penggantian hak apabila terjadi perubahan status, penggabungan, peleburan atau perubahan kepemilikan perusahaan.

Sementara, Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI) mengaku pengesahan RUU Omnibus Law merupakan kemunduran bagi buruh di Indonesia. Lagi lagi pemerintah dinilai pro kepada pengusaha atau investor.

“Pengesahan RUU omnibuslaw merupakan kemunduran bagi buruh di Indonesia, hal ini dibuktikan dengan dihapus berbagai pasal dalam UU ketenagakerjaan, SBSI mengaku akan melakukan rapat internal terkait upaya apa yang akan di lakukan buruh di Lampung,” jelas Deni Suryawan Ketua SBSI 19912 Lampung.(sah/san)