Scroll untuk membaca artikel
Nasional

Ini Alasan Fraksi Demokrat dan PKS Tolak RUU Kesehatan

2
×

Ini Alasan Fraksi Demokrat dan PKS Tolak RUU Kesehatan

Share this article
TEGAS : Fraksi Partai Demokrat dan Fraksi PKS menolak RUU Kesehatan. (Foto Net)

Dua fraksi, Demokrat dan PKS secara tegas menolak pengesahan RUU Kesehatan.

DI TENGAH polemik penolakan oleh stakeholder kesehatan. Pemerintah dan DPR RI tetap menggolkan RUU Kesehatan. DPR dan pemerintah secara resmi mengesahkan Rancangan Undang-undang tentang Kesehatan (Omnibus Law) menjadi Undang-undang (UU). Hal itu sebagaimana diputuskan dalam Rapat Paripurna ke-29 Masa Sidang V Tahun Sidang 2022-2023 di Kompleks Parlemen, Selasa 11 Juli 2023.

Mayoritas fraksi menyetujui pengesahaan RUU menjadi Undang Undang Kesehatan. Fraksi PDI Perjuangan, Fraksi Gerindra, Fraksi PKB, Fraksi PAN, Fraksi Golkar dan Fraksi PPP menyetujui. Fraksi Nasdem menyetujui disahkan dengan catatan mandatory spending atau kewajiban belanja dalam RUU Kesehatan sebesar 10 persen dari APBN.

Nah, ada fraksi yang menolak secara tegas pengesahaan RUU Kesehatan. Keduanya adalah Fraksi Demokrat dan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera.

Sikap Fraksi Partai Demokrat

Anggota Fraksi Partai Demokrat  Dede Yusuf secara gamblang mengatakan pihaknya keberatan dengan penghapusan ketentuan mandaroty spending atau ketentuan minimal anggaran kesehatan sebesar 5%.

Demokrat menilai kebijakan ini menunjukkan kurang komitmennya pemerintah pada persoalan kesehatan di Indonesia.

Padahal mandatory spending, sangat diperlukan untuk terpenuhinya pelayanan kesehatan dan tercapainya Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dalam RPJMN 2022-2024 menjadi 75,45%.

”Partai Demokrat berkomitmen memperjuangkan anggaran kesehatan, kebijakan prokesehatan minimal 5 persen di APBN, hendaknya bisa ditingkatkan jumlahnya. Namun tidak disetujui dan pemerintah memilih menghapus,” tutur Dede Yusuf saat membacakan sikap akhir fraksi di ruang sidang Rapat Paripurna DPR, Selasa 11 Juli 2023.

RUU ini juga menjadi ancaman bagi SDM kedokteran NKRI, karena UU Kesehatan membuka keran ‘impor’ dokter.

Partainya mendukung kemajuan praktik kedokteran dan kehadiran dokter asing. Namun tetap harus mengedepankan SDM dokter Indonesia lulusan dalam negeri dan luar negeri diberikan pengakuan layak.

”Ini ada apa, proses penyusunan dan pengesahan RUU ini cenderung tergesa-gesa,” sambungnya.

Sikap Fraksi PKS

Penolakan secara tegas juga Fraksi PKS. Netty Prasetiyani jubir dalam pandangan akhir fraksi menyatakan proses penyusunan UU Kesehatan bisa menjadi preseden kurang baik dalam legislasi ke depan.

Pembahasan beleid dilakukan tergesa-gesa, mengakibatkan tidak tercapainya meaningful participation. Catatan lainnya, ditiadakannya pengaturan alokasi anggaran 5% dalam UU Kesehatan.

“Bagi PKS mandatory spending penting untuk kesediaan pembiayaan kesehatan berkesinambungan. Dengan adanya alokasi, jaminan anggaran kesehatan bisa teralokasi secara adil,” tegas Netty.

Karena itu PKS memandang mandatory spending merupakan ruh dan bagian terpenting di UU Kesehatan.(*)

Penolakan juga dilakukan oleh lima organisasi nakes terbesar yakni Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Ikatan Apoteker Indonesia (IAI), dan Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI). (*)