KALI pertama dalam sejarah penyelenggaraan ibadah Haji. Di tahun 1444 hijriah, daging Dam Haji Tamaattu dari jemaah haji Indonesia akan dikirim dan dibagikan bagi masyarakat Indonesia.
Dam (denda) secara keseluruhan adalah denda atau tebusan bagi mereka yang menunaikan ibadah haji dan umrah tetapi melakukan pelanggaran peraturan yang ditetapkan penyelenggara haji dan umrah.
Pelanggaran itu adalah memulai Ihram dari miqat. Seseorang memulai haji akan melaksanakan ihram, dengan berniat, lalu mengenakan pakaian ihram. Lalu, menginap (mabit) di muzdalifah, melempar jumrah, menginap di Mina pada dua malam hari Tasyriq dan pelanggaran saat thawaf wada’.
Tahun 2023, Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) menetapkan denda/ dam sebesar 600 real atau sekitar Rp2.4 juta rupiah (kurs saat ini).
Kepala Dakker Makkah Khalilurrahman mengatakan program dilaksanakan atas kerja sama PPIH dengan Badan Amil Zakat Nasional. Baznas membiayai pengemasan, pengiriman serta pendistribusian daging.
Pembagian daging Dam ini dapat membantu menyukeskan program pengentasan stunting yang sedang digalakkan pemerintah Republik Indonesia.
“Ada 3.166 ekor kambing dari dam, dipotong di RPH Ukaisyah dikemas, lalu dikirimkan ke Indonesia dan akan dibagi ke beberapa wilayah,” terang Khalil saat memantau pengemasan Daging DAM di Ukaisyiah Makkah, beberapa hari lalu.
Kambing disembelih, dipotong, dan dikemas dalam kardus ukuran 3,5 kilogram. Jumlah kambing cukup banyak hingga membutuhkan waktu tiga hari untuk mengemas.
Program ini merupakan inovasi penyelenggaraan ibadah haji. Inovasi dibuat untuk memberikan nilai manfaat sosial bagi masyarakat di Indonesia.
“Selama ini manfaatnya hanya untuk individu, dan spiritual. Tapi tahun ini yang berhaji bisa memberi manfaat sosial horizontal dirasakan fakir miskin, juga menyukseskan program pemerintah penuntasan stunting,” ujarnya.
Presiden Direktur PT. Halalan Global Utama Fitriani Mamonto selaku pengelola pengiriman dan pendistribusian daging mengatakan daging dibawa ke pabrik di Solo, Jawa Tengah, diolah menjadi rendang, dan dikemas 150 gram perkantung.
“Yang diolah daging utuh tanpa tulang. Satu kambing diprediksi menjadi kurang lebih 20 kantung. Jadi totalnya 60 ribu kantung atau lebih,” ujarnya.
Distribusi daging ini untuk mendukung program pengentasan stunting tanpa membebani APBN. (*)