Scroll untuk membaca artikel
Nasional

Masa Jabatan Gubernur : DPRD Lampung Segera Ambil Sikap

3
×

Masa Jabatan Gubernur : DPRD Lampung Segera Ambil Sikap

Share this article

"Kalau dia (Mendagri, red) mendasarkan pada pasal 201 UU 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Walikota dan Bupati, itu yang saya sebut lucu dan ngawur,” ujarnya.

Foto : Ketua Komisi I DPRD Lampung Yozi Rizal. (foto Ist)

BANDARLAMPUNG : DPRD Lampung segera mengambil dan menentukan sikap terkait pernyataan Mendagri Tito Karnavian yang menyebutkan masa jabatan Gubernur Lampung bersama 16 gubernur lain akan habis bulan September 2023.

Ketua Komisi I DPRD Lampung Yozi Rizal tidak sependapat dengan pernyataan Mendagri terkait penyamarataan pemangkasan masa jabatan 17 gubernur.

Menurutnya, Gubernur Lampung Arinal Djunaidi dan Wagub Chusnunia Chalim dilantik oleh Presiden Jokowi pada 12 Juni 2019 atau tepat 4 tahun menjabat ketika 12 Juni nanti.

”Sesuai UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan mengatur masa jabatan gubernur dan wakil gubernur itu lima tahun,” jelasnya.

Ketua Komisi I DPRD ini memastikan akan mengambil sikap secara kelembagaan, dengan menanyakan dasar hukum apa yang digunakan untuk pemangkasan masa jabatan ini.

”Saya akan rapatkan (bersama) Komisi 1 untuk mensikapinya,” jawab Bendahara DPD Partai Demokrat  Lampung ini.

Lebih lanjut anggota legislatif dari daerah pemilihan Lampung Utara dan Way Kanan ini mengaku heran atas pertimbangan dasar hukum apa yang diambil Mendagri untuk melakukan pemangkasan masa jabatan kepala daerah.

”Kalau dia (Mendagri, red) mendasarkan pada pasal 201 UU 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Walikota dan Bupati, itu yang saya sebut lucu dan ngawur,” ujarnya kritis.

Pihaknya mengaku mengetahui jika Mendagri mendalilkan pasal 201 ayat (5) UU Pilkada tersebut. Namun, dirinya meminta agar penggunaaan dasar hukum tersebut dikaji lagi.

”Sudah tepatkah menerapkan UU tentang Pilkada terhadap jalannya roda pemerintahan,” tanya Yozi.

Menurutnya, UU Pilkada itu bertugas untuk mengatur jalannya Pilkada, mulai dari tahap persiapan sampai dengan terpilih dan ditetapkannya Kepala Daerah terpilih. Sehingga aturan pelaksana oleh PKPU.

”Dan setelah Kepala Daerah dilantik, maka selanjutnay diatur oleh UU 23 tahun 2014 tentang Pemda,” bebernya.

Memang sejauh ini belum ada penjelasan terinci termasuk penggunaan dasar hukum bagi kepala daerah yang akan dipangkasa masa jabatanya hasil pelantikan tahun 2019.

Pengurangan Masa Jabatan Kepala Daerah Bersifat Transisional Demi Pemilu Serentak Nasional

Terkait pengurangan masa jabatan. Mahkamah Konstitusi pernah menyidangkan sejumlah gugatan.

Antara lain, pertimbangan hukum Perkara Nomor 18/PUU-XX/2022 yang dibacakan Hakim Konstitusi Saldi Isra dalam sidang putusan yang digelar pada Rabu (20/04/2022) di Ruang Sidang Pleno MK.

Perkara tersebut diajukan oleh Frans Manery dan Muchlis Tapi Tapi yang merupakan Bupati dan Wakil Bupati Halmahera Utara.

Selanjutnya, Saldi menyebut  pemotongan masa jabatan gubernur dan wSakil gubernur, bupati, dan wakil bupati, serta walikota dan wakil walikota hasil pemilihan gubernur, bupati, dan walikota pada 2020 sebagaimana dimaksud Pasal 201 ayat (7) UU Pilkada, menurut Mahkamah tidak bertentangan dengan konsepsi hak asasi manusia.

Sebagai hak politik, maka hak tersebut terkategori sebagai hak yang dapat dikurangi (derogable right) yang berarti hak tersebut boleh dikurangi dan dibatasi pemenuhannya oleh negara berdasarkan alasan-alasan sebagaimana termaktub dalam Pasal 28J ayat (2) UUD 1945.

Menurut Mahkamah, lanjut Saldi, hak untuk memeroleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan, in casu masa jabatan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta walikota dan wakil walikota karena keadaan atau alasan tertentu dapat dikurangi, termasuk dalam hal ini dalam rangka memenuhi kebijakan pemilihan gubernur, bupati, dan walikota serentak nasional. (coy)