Scroll untuk membaca artikel
Nasional

RUU Kesehatan Ditolak Organisasi Nakes, Disahkan DPR RI dan Pemerintah

6
×

RUU Kesehatan Ditolak Organisasi Nakes, Disahkan DPR RI dan Pemerintah

Share this article

"Apakah RUU Kesehatan dapat disetujui untuk disahkan menjadi undang-undang," tanya Ketua DPR Puan Maharani.

SETUJI : Mayoritas fraksi di DPR FRI menyetujui dan mengesahkan RUU Kesehatan. Kecuali Fraksi PKS dan Partai Demokrat menolak RUU Kesehatan yang tidak pro tenaga kesehatan. (foto Net)

Dalam perjalanannya, RUU Kesehatan menuai pro kontra terutama dari kalangan organisasi profesi. Salah satu masalah yakni dipangkasnya wewenang organisasi profesi dalam memberikan rekomendasi di surat izin praktik (SIP).

Dr. R Panji Utomo, Ketua Biro Hukum IDI Tangerang Selatan di sela sela unjuk rasa menyatakan pasal kriminalisasi terhadap tenaga kesehatan bisa dimanfaatkan oknum menjerat kesalahan yang dicari cari.

”Prinsipnya, tenaga kesehatan khususnya dokter melayani dan mengobati demi kepentingan rakyat. Dalam UU baru, jika terjadi risiko dan efek samping, maka kami bisa pidana hukuman 10 tahun penjara,” paparnya.

Sebaliknya, Menkes Budi Gunawan mengatakan pembiayaan sektor kesehatan bisa dilakukan menggunakan mekanisme mandatory spending.  Secara profesi, IDI juga mengkritik upaya pelemahan profesi dokter di RUU Omnibus Kesehatan.

Antara lain, surat tanda registrasi berlaku seumur hidup dan izin praktik tenaga kesehatan tidak lagi melalui rekomendasi yang memerlukan biaya angsuran iuran keanggotaan organisasi profesi.

Selain itu, demi memperbanyak jumlah dokter spesialis, pemerintah membuka opsi hospital based yakni pendidikan spesialis berbasis rumah sakit, yang ‘digaji’ selama sekolah karena nantinya mengabdi di RS pendidikan.

Perlindungan hukum tenaga kesehatan selama pendidikan juga ditambahkan, dengan memerhatikan aspek saat terjadi ancaman verbal dari pasien, serta penyelesaian sengketa diutamakan mediasi atau di luar pengadilan.

Sejumlah catatan disoroti termasuk soal poin pelarangan iklan rokok hingga mandatory spending. Founder dan CEO Center for Indonesia’s Strategic Development Initiative (CISDI) Diah S Saminarsih mengatakan nihilnya poin pelarangan iklan rokok berbahaya lantaran bisa ‘memakmurkan’ jumlah perokok, termasuk pada kelompok usia anak.

”Iklan rokok selama ini membuat seolah-olah produk tersebut aman dan tidak berbahaya jika dikonsumsi,” jelasnya.